Obon (お盆) adalah serangkaian upacara dan tradisi di Jepang untuk
merayakan kedatangan arwah leluhur yang dilakukan seputar tanggal 15
Juli menurut kalender Tempō (kalender lunisolar). Pada umumnya, Obon
dikenal sebagai upacara yang berkaitan dengan agama Buddha Jepang, tapi
banyak sekali tradisi dalam perayaan Obon yang tidak bisa dijelaskan
dengan dogma agama Buddha. Obon dalam bentuk seperti sekarang ini
merupakan sinkretisme dari tradisi turun temurun masyarakat Jepang
dengan upacara agama Buddha yang disebut Urabon.
Tradisi dan ritual seputar Obon bisa berbeda-beda bergantung pada aliran agama Buddha dan daerahnya. Di berbagai daerah di Jepang, khususnya di daerah Kansai juga dikenal perayaan Jizōbon yang dilakukan seusai perayaan Obon.
Persembahan potongan terong dan mentimun di makam leluhur.
Persembahan permen jelly aneka warna untuk diletakkan di altar keluarga.
ASAL-USUL
Obon
merupakan bentuk singkat dari istilah agama Buddha Urabon (盂蘭盆) yang
hanya diambil aksara Kanji terakhirnya saja bon (盆, nampan) ditambah
awalan honorifik huruf "O." Pada mulanya, Obon berarti meletakkan nampan
berisi barang-barang persembahan untuk para arwah. Selanjutnya, Obon
berkembang menjadi istilah bagi arwah orang meninggal (shōrō) yang
diupacarakan dan dimanjakan dengan berbagai barang persembahan. Di
daerah tertentu, Bonsama atau Oshorosama adalah sebutan untuk arwah
orang meninggal yang datang semasa perayaan Obon. Asal-usul
tradisi Obon tidak diketahui secara pasti. Tradisi memperingati arwah
leluhur di musim panas konon sudah ada di Jepang sejak sekitar abad
ke-8.
Sejak dulu di Jepang sudah ada tradisi menyambut kedatangan arwah leluhur yang dipercaya datang mengunjungi anak cucu sebanyak 2 kali setahun sewaktu bulan purnama di permulaan musim semi dan awal musim gugur. Penjelasan lain mengatakan tradisi mengenang orang yang meninggal dilakukan 2 kali, karena awal sampai pertengahan tahun dihitung sebagai satu tahun dan pertengahan tahun sampai akhir tahun juga dihitung sebagai satu tahun.
Sejak dulu di Jepang sudah ada tradisi menyambut kedatangan arwah leluhur yang dipercaya datang mengunjungi anak cucu sebanyak 2 kali setahun sewaktu bulan purnama di permulaan musim semi dan awal musim gugur. Penjelasan lain mengatakan tradisi mengenang orang yang meninggal dilakukan 2 kali, karena awal sampai pertengahan tahun dihitung sebagai satu tahun dan pertengahan tahun sampai akhir tahun juga dihitung sebagai satu tahun.
Di Jepang, hantu dikenal sebagai Yurei. Kata "Yu" yang berarti halus atau samar-samar, dan "Rei"
yang berarti roh atau arwah. Mereka tidak memanggilnya dengan sebutan
setan atau hantu atau jin. Berdasarkan kepercayaan orang Jepang, semua
manusia mempunyai roh atau arwah yang disebut sebagai reikon. Setelah
seseorang meninggal, reikon akan pergi meninggalkan tubuhnya ke tempat
penyucian arwah.
Disana dia akan menunggu tubuhnya dikubur dan mendapatkan pemakaman yang layak. Kalau semuanya berjalan lancar, reikon akan melindungi keluarganya yang masih hidup. Dan dipercaya bahwa arwah orang meninggal tersebut akan kembali ke keluarganya setiap tahun (yang kemudian dinamakan sebagai festival Obon).
Disana dia akan menunggu tubuhnya dikubur dan mendapatkan pemakaman yang layak. Kalau semuanya berjalan lancar, reikon akan melindungi keluarganya yang masih hidup. Dan dipercaya bahwa arwah orang meninggal tersebut akan kembali ke keluarganya setiap tahun (yang kemudian dinamakan sebagai festival Obon).
Di awal musim semi, arwah
leluhur datang dalam bentuk Toshigami (salah satu Kami dalam kepercayaan
Shinto) dan dirayakan sebagai Tahun Baru Jepang. Di awal musim gugur,
arwah leluhur juga datang dan perayaannya secara agama Buddha merupakan
sinkretisme dengan Urabon.
Jepang mulai menggunakan kalender Gregorian sejak tanggal 1 Januari 1873, sehingga perayaan Obon di berbagai daerah di Jepang bisa dilangsungkan pada tanggal:
Jepang mulai menggunakan kalender Gregorian sejak tanggal 1 Januari 1873, sehingga perayaan Obon di berbagai daerah di Jepang bisa dilangsungkan pada tanggal:
- bulan ke-7 hari ke-15 menurut kalender Tempō
- 15 Juli menurut kalender Gregorian
- 15 Agustus menurut kalender Gregorian mengikuti perhitungan Tsukiokure (tanggal pada kalender Gregorian selalu lebih lambat 1 bulan dari kalender Tempō).
Pada tanggal 13 Juli 1873 pemerintah
daerah Prefektur Yamanashi dan Prefektur Niigata sudah menyarankan agar
orang tidak lagi merayakan Obon pada tanggal 15 Juli menurut kalender
Tempō. Sekarang ini, orang Jepang yang merayakan Obon pada tanggal
15 Juli menurut kalender Tempō semakin sedikit. Pada saat ini, orang
Jepang umumnya merayakan Obon pada tanggal 15 Agustus menurut kalender
Gregorian.
Orang yang tinggal di daerah Kanto secara turun temurun merayakan Obon pada tanggal 15 Juli kalender Gregorian, termasuk mengunjungi makam pada sebelum tanggal 15 Juli. Pengikut salah satu kuil di Tokyo selalu ingin merayakan Obon pada tanggal 15 Juli sehingga Obon jatuh pada tanggal 15 Juli, sedangkan pengikut kuil di Prefektur Kanagawa selalu ingin merayakan Obon tanggal 15 Agustus sehingga Obon jatuh pada tanggal 15 Agustus.
Media massa memberitakan perayaan Obon pada tanggal 15 Agustus sehingga orang di seluruh Jepang menjadi ikut-ikutan merayakan Obon pada tanggal 15 Agustus. Obon pada akhirnya bukan lagi merupakan upacara keagamaan yang merayakan kedatangan arwah leluhur melainkan hari libur musim panas yang dinanti-nanti banyak orang di Jepang. Sekarang Obon lebih banyak diartikan sebagai kesempatan pulang ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan membersihkan makam. Obon sama artinya dengan liburan musim panas bagi orang Jepang yang tidak mengerti tradisi agama Buddha.
Ada kemungkinan perayaan Obon mendapat pengaruh dari orang yang mengartikan peristiwa bintang jatuh (hujan meteor) sebagai kedatangan arwah leluhur. Di dalam beberapa kebudayaan, arwah orang yang sudah meninggal sering diumpamakan berubah menjadi bintang, sedangkan peristiwa bintang jatuh paling banyak terjadi bertepatan dengan hujan meteor Perseid tahunan yang mencapai puncaknya beberapa hari sebelum tanggal 15 Agustus.
Tanggal 15 Agustus bagi agama Katolik merupakan hari raya Santa Perawan Maria diangkat ke surga yang banyak dirayakan di Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Perayaan Obon pada tanggal 15 Agustus juga bertepatan dengan hari peringatan berakhirnya perang (Shūsen kinenbi) yang di luar Jepang dikenal sebagai V-J Day (Victory over Japan Day).
Tradisi yang umum
Tradisi dalam merayakan Obon berbeda-beda tergantung pada daerahnya, tapi ada beberapa tradisi yang umumnya dilakukan orang di seluruh Jepang.
Orang yang tinggal di daerah Kanto secara turun temurun merayakan Obon pada tanggal 15 Juli kalender Gregorian, termasuk mengunjungi makam pada sebelum tanggal 15 Juli. Pengikut salah satu kuil di Tokyo selalu ingin merayakan Obon pada tanggal 15 Juli sehingga Obon jatuh pada tanggal 15 Juli, sedangkan pengikut kuil di Prefektur Kanagawa selalu ingin merayakan Obon tanggal 15 Agustus sehingga Obon jatuh pada tanggal 15 Agustus.
Media massa memberitakan perayaan Obon pada tanggal 15 Agustus sehingga orang di seluruh Jepang menjadi ikut-ikutan merayakan Obon pada tanggal 15 Agustus. Obon pada akhirnya bukan lagi merupakan upacara keagamaan yang merayakan kedatangan arwah leluhur melainkan hari libur musim panas yang dinanti-nanti banyak orang di Jepang. Sekarang Obon lebih banyak diartikan sebagai kesempatan pulang ke kampung halaman untuk bertemu sanak saudara dan membersihkan makam. Obon sama artinya dengan liburan musim panas bagi orang Jepang yang tidak mengerti tradisi agama Buddha.
Ada kemungkinan perayaan Obon mendapat pengaruh dari orang yang mengartikan peristiwa bintang jatuh (hujan meteor) sebagai kedatangan arwah leluhur. Di dalam beberapa kebudayaan, arwah orang yang sudah meninggal sering diumpamakan berubah menjadi bintang, sedangkan peristiwa bintang jatuh paling banyak terjadi bertepatan dengan hujan meteor Perseid tahunan yang mencapai puncaknya beberapa hari sebelum tanggal 15 Agustus.
Tanggal 15 Agustus bagi agama Katolik merupakan hari raya Santa Perawan Maria diangkat ke surga yang banyak dirayakan di Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Perayaan Obon pada tanggal 15 Agustus juga bertepatan dengan hari peringatan berakhirnya perang (Shūsen kinenbi) yang di luar Jepang dikenal sebagai V-J Day (Victory over Japan Day).
Tradisi yang umum
Tradisi dalam merayakan Obon berbeda-beda tergantung pada daerahnya, tapi ada beberapa tradisi yang umumnya dilakukan orang di seluruh Jepang.
- Urut-urutan ritual
Mukaebi, api untuk menerangi jalan para leluhur
Orang Jepang percaya arwah orang yang meninggal pulang untuk merayakan Obon ke rumah yang pernah ditinggalinya. Pada tanggal 13 Agustus, anak cucu yang mengharapkan kedatangan leluhur membuat api kecil di luar rumah yang disebut mukaebi untuk menerangi jalan pulang bagi arwah leluhur. Pada masa lokasi makam masih berdekatan dengan lokasi permukiman, orang zaman dulu sering harus pergi sampai ke makam untuk menyambut kedatangan arwah leluhur.
Setelah arwah leluhur sampai di rumah yang dulu pernah ditinggalinya, pendeta agama Buddha dipanggil untuk membacakan sutra bagi arwah leluhur yang baru saja datang. Sutra yang dibacakan oleh pendeta Buddha sewaktu Obon disebut Tanagyō karena dibacakan di depan altar berisi barang persembahan yang disebut shōrōdana (shōryōdana) atau tana.
Pada tanggal 16 Agustus, arwah leluhur pulang ke alam sana dengan diterangi dengan api yang disebut okuribi.
- Bon Odori
Acara
menari bersama yang disebut Bon Odori (盆踊り, tari Obon) dilangsungkan
sebagai penutup perayaan Obon. Pada umumnya, Bon Odori ditarikan
bersama-sama tanpa mengenal jenis kelamin dan usia di lingkungan kuil
agama Buddha atau Shinto. Konon gerakan dalam Bon Odori meniru arwah
leluhur yang menari gembira setelah lepas dari hukuman kejam di neraka.
Bon Odori merupakan puncak dari semua festival musim panas (matsuri) yang diadakan di Jepang. Pelaksanaan Bon Odori memilih saat terang bulan yang kebetulan terjadi pada tanggal 15 Juli atau 16 Juli menurut kalender Tempō. Bon Odori diselenggarakan pada tanggal 16 Juli karena pada malam itu bulan sedang terang-terangnya dan orang bisa menari sampai larut malam.
Belakangan ini, Bon Odori tidak hanya diselenggarakan di lingkungan kuil Shinto. Penyelenggara Bon Odori sering tidak ada hubungan sama sekali dengan organisasi keagamaan. Bon Odori sering dilangsungkan di tanah lapang, di depan stasiun kereta api atau di ruang-ruang terbuka tempat orang banyak berkumpul.
Di tengah-tengah ruang terbuka, penyelenggara mendirikan panggung yang disebut yagura untuk penyanyi dan pemain musik yang mengiringi Bon Odori. Penyelenggara juga sering mengundang pasar malam untuk menciptakan keramaian agar penduduk yang tinggal di sekitarnya mau datang. Bon Odori juga sering digunakan sebagai sarana reuni dengan orang-orang sekampung halaman yang pergi merantau dan pulang ke kampung untuk merayakan Obon.
Belakangan ini, jam pelaksanaan Bon Odori di beberapa tempat yang berdekatan sering diatur agar tidak bentrok dan perebutan pengunjung bisa dihindari. Penyelenggara Bon Odori di kota-kota sering mendapat kesulitan mendapat pengunjung karena penduduk yang tinggal di sekitarnya banyak yang sedang pulang kampung. Ada juga penyelenggara yang sama sekali tidak menyebut acaranya sebagai Bon Odori agar tidak dikait-kaitkan dengan acara keagamaan.
Bon Odori merupakan puncak dari semua festival musim panas (matsuri) yang diadakan di Jepang. Pelaksanaan Bon Odori memilih saat terang bulan yang kebetulan terjadi pada tanggal 15 Juli atau 16 Juli menurut kalender Tempō. Bon Odori diselenggarakan pada tanggal 16 Juli karena pada malam itu bulan sedang terang-terangnya dan orang bisa menari sampai larut malam.
Belakangan ini, Bon Odori tidak hanya diselenggarakan di lingkungan kuil Shinto. Penyelenggara Bon Odori sering tidak ada hubungan sama sekali dengan organisasi keagamaan. Bon Odori sering dilangsungkan di tanah lapang, di depan stasiun kereta api atau di ruang-ruang terbuka tempat orang banyak berkumpul.
Di tengah-tengah ruang terbuka, penyelenggara mendirikan panggung yang disebut yagura untuk penyanyi dan pemain musik yang mengiringi Bon Odori. Penyelenggara juga sering mengundang pasar malam untuk menciptakan keramaian agar penduduk yang tinggal di sekitarnya mau datang. Bon Odori juga sering digunakan sebagai sarana reuni dengan orang-orang sekampung halaman yang pergi merantau dan pulang ke kampung untuk merayakan Obon.
Belakangan ini, jam pelaksanaan Bon Odori di beberapa tempat yang berdekatan sering diatur agar tidak bentrok dan perebutan pengunjung bisa dihindari. Penyelenggara Bon Odori di kota-kota sering mendapat kesulitan mendapat pengunjung karena penduduk yang tinggal di sekitarnya banyak yang sedang pulang kampung. Ada juga penyelenggara yang sama sekali tidak menyebut acaranya sebagai Bon Odori agar tidak dikait-kaitkan dengan acara keagamaan.
- Hatsu-obon dan Niibon
Hatsu-obon
atau Niibon adalah sebutan untuk perayaan Obon yang baru pertama kali
dialami oleh arwah orang meninggal yang baru saja peringatan 49 harinya
selesai diupacarakan. Perlakuan khusus diberikan untuk arwah yang baru
pertama kali merayakan Obon dalam bentuk pembacaan doa yang lebih
banyak.
Tradisi Hatsu-obon berbeda-beda tergantung pada daerahnya. Di daerah tertentu, orang yang tinggal di rumah yang baru saja mengalami kematian biasanya memasang lampion berwarna putih di depan pintu masuk rumah dan di makam.
Tradisi di berbagai daerah
Ada berbagai tradisi unik di berbagai tempat di Jepang sehubungan dengan perayaan Obon.
Tradisi Hatsu-obon berbeda-beda tergantung pada daerahnya. Di daerah tertentu, orang yang tinggal di rumah yang baru saja mengalami kematian biasanya memasang lampion berwarna putih di depan pintu masuk rumah dan di makam.
Tradisi di berbagai daerah
Ada berbagai tradisi unik di berbagai tempat di Jepang sehubungan dengan perayaan Obon.
- Kendaraan dari terong dan ketimun
Di
daerah tertentu ada tradisi membuat kendaraan semacam kuda-kudaan yang
disebut Shōryō-uma dari terong dan ketimun. Empat batang korek api atau
potongan sumpit sekali pakai (waribashi) ditusukkan pada terong dan
ketimun sebagai kaki. Terong berkaki menjadi "sapi" sedangkan ketimun
menjadi "kuda" yang kedua-duanya dinaiki arwah leluhur sewaktu datang
dan pulang. Kuda dari ketimun bisa lari cepat sehingga arwah leluhur
bisa cepat sampai turun ke bumi, sedangkan sapi dari terong hanya bisa
berjalan pelan dengan maksud agar arwah leluhur kalau bisa tidak usah
cepat-cepat pulang.
- Mendoakan setan lapar
Di
beberapa daerah dilangsungkan upacara Segaki di kuil agama Buddha untuk
menolong Gaki (setan kelaparan) dengan mendirikan pendirian altar yang
disebut Gakidana dan mendoakan arwah orang yang meninggal di pinggir
jalan.
- Lampion Obon
Ada
daerah yang mempunyai tradisi memajang lampion perayaan Obon yang
disebut bon chochin (lentera bon) dengan maksud agar arwah leluhur bisa
menemukan rumah yang dulu pernah ditinggalinya. Bon chochin terbuat dari
washi dengan kaki penyangga dari kayu.
- Melarung Lampion Obon
Beberapa
daerah memiliki tradisi tōrōnagashi berupa pelarungan lampion dari
washi di sungai sebagai lambang melepas arwah leluhur untuk kembali ke
alam sana. Ada daerah yang mempunyai tradisi shōrōnagashi yang
menggunakan kapal kecil untuk memuat lampion sebelum dilarung di sungai.
Liburan Obon
Liburan tidak resmi di Jepang sebelum dan sesudah hari raya Obon disebut liburan Obon (Obonyasumi) yang lamanya tergantung pada keputusan masing-masing perusahaan. Kantor-kantor dan pemilik usaha biasanya meliburkan karyawannya sebelum dan sesudah tanggal 15 Agustus selama 3 sampai 5 hari.
Acara Obon di berbagai daerah
- Daerah Tohoku
* Prefektur Iwate
Funekko Nagashi (Morioka dan kota Tōno)
* Prefektur Akita
Tiga Bon Odori terbesar:
Funekko Nagashi (Morioka dan kota Tōno)
* Prefektur Akita
Tiga Bon Odori terbesar:
- Kemanai Bon Odori di kota Kazuno (21-23 Agustus)
- Hitoichi Bon Odori di kota Hachirōgata (18-20 Agustus)
- Nishimonai Bon Odori di kota Ugo (16-18 Agustus)
* Prefektur Fukushima
Bon Odori yang diselenggarakan di kota Miharu memiliki panggung (yagura) untuk penyanyi dan pemusik yang unik.
- Daerah Kanto
* Prefektur Tochigi
Hyakuhatō Nagashi di kota Tochigi
* Tokyo
Tsukuda no Bon Odori
Hyakuhatō Nagashi di kota Tochigi
* Tokyo
Tsukuda no Bon Odori
- Daerah Tokai
* Prefektur Gifu
Gujō Odori di kota Gujō
Gujō Odori di kota Gujō
- Daerah Kansai
* Prefektur Kyoto
Gozan no Okuribi di kota Kyoto
* Prefektur Nara
Nara Daimonji Okuribi di kota Nara
Gozan no Okuribi di kota Kyoto
* Prefektur Nara
Nara Daimonji Okuribi di kota Nara
- Daerah Chugoku
* Prefektur Hiroshima
Lampion Bontōrō di daerah Aki
Lampion Bontōrō di daerah Aki
- Daerah Shikoku
* Prefektur Tokushima
Awa Odori di kota Tokushima
Awa Odori di kota Tokushima
- Daerah Kyushu
* Prefektur Nagasaki
- Chankoko Odori di kota Gotō
- Shōrōnagashi di beberapa tempat
- Kembang api yang dinyalakan sejak siang hari di makam
* Prefektur Okinawa
- Eisa di berbagai tempat
- Angama di kota Ishigaki
- Di luar Jepang Termasuk Indonesia
Bon
Odori sebagai pengenalan terhadap kebudayaan Jepang juga
diselenggarakan di Indonesia. Di Penang dan Shah Alam,
Bon Odori sudah merupakan acara tahunan untuk memperkenalkan makanan dan
minuman khas Jepang.
Orang Jepang yang tinggal di Los Angeles dan Honolulu juga merayakan Obon dengan menarikan Bon Odori.
No comments:
Post a Comment