Puasa di Bulan Ramadhan merupakan ibadah yang wajib dilakukan oleh para umat muslim di seluruh dunia.
Meskipun ibadah ini sudah dibiasakan
sejak kecil, namun tidak sedikit yang masih merasa sangat berat
menjalaninya, apalagi ditambah dengan segudang aktivitas dan lingkungan
yang tidak mendukung.
Jika hal di atas masih saja
mengganggu pikiran Anda dalam menjalani puasa Ramadhan, pengalaman para
WNI muslim yang berpuasa di Jepang, tentunya dapat menjadi pembelajaran
bermanfaat bagi kita semua, dan membuat kita bersyukur masih dapat
berpuasa di lingkungan yang kita kenal selama ini.
Tidak seperti Indonesia yang
mayoritas penduduknya muslim, Jepang merupakan negara dengan mayoritas
penduduk beragama Buddha dan Shinto. Kegiatan berpuasa pada bulan
Ramadhan tentunya sangat asing bagi mereka. Tapi, uniknya mereka dapat
mengembangkan sikap toleransi yang sangat tinggi terhadap para muslim
yang berpuasa.
“Biasanya saya diharuskan untuk
bekerja di laboratorium mulai dari jam 8 pagi sampai jam 8 malam. Tapi
pada bulan puasa ini saya diperbolehkan pulang jam 5 sore,” ujar M.
Badruz Zaman (34 tahun), salah seorang mahasiswa S3 Universitas Kobe.
“Mereka sangat menghormati warga muslim yang ada di Jepang. Bahkan saat
tahu saya muslim mereka bahkan sudah mengerti makanan apa saja yang
boleh saya makan dan mana yang tidak.”
Badruz yang sudah 3 tahun tinggal di
Jepang, juga mengaku meskipun berada di lingkungan mayoritas non
muslim, justru ikatan persaudaraan di antara sesama warga muslim
Indonesia di Jepang sangat kuat, terbukti dari seringnya acara buka
bersama dilaksanakan di masjid atau komunitas muslim di Kobe. Ikatan
persaudaraan yang kuat ini, menjadi faktor warga muslim Indonesia tetap
bertahan di Jepang.
Namun, suasana yang dirasakan Badruz
sekarang, sangat berbeda jika dibandingkan saat Widya Sumi (38 tahun)
datang ke Hokkaido Jepang, 11 tahun yang lalu.
“Waktu pertama kali datang ke Jepang
tahun 2001 silam, belum banyak warga Jepang yang akrab dengan kegiatan
warga muslim. Makanan halal pun sangat sulit kami dapatkan, harus beli
di Tokyo dulu sebelumnya,” ujar Widya, yang kini memiliki restoran
Warung-Jawa Halal Shop &CAFE Restaurant di Kota Sapporo Hokkaido.
Lebih lanjut Widya mengungkapkan,
saat dirinya datang ke Jepang, hal yang paling menyulitkan di bulan
Ramadhan adalah menyesuaikan waktu imsak dan berbuka yang sangat berbeda
sewaktu di Indonesia. “Waktu saya datang bahkan tidak aja masjid
disini. Sekarang Alhamdulillah sudah ada 2 masjid di Hokkaido,” ujar
Widya. “Kalau pun ada hambatan hanya di suasana lingkungan yang sangat
jauh berbeda dengan di Indonesia. Warga Jepang sendiri sangat
menunjukkan sikap toleransi yang luar biasa. Apalagi akhir-akhir ini,
warga Jepang sudah semakin paham dengan dunia Islam dan semakin
menghormati kita.
Widya juga menyatakan, tantangan
untuk menjalani ibadah puasa sebenarnya bukan berasal dari lingkungan
tempat tinggal, tapi dari dalam diri sendiri. Menurut Widya, justru
dengan berada di lingkungan jauh dari keluarga dan negara tempat dirinya
dilahirkan, Widya justru merasa terpacu menjalani ibadah dengan baik.
“Justru karena minoritas, kita
terpacu untuk menunjukkan kepada warga Jepang bagaimana islam yang
sebenarnya, dan yang lebih penting, ikatan kekeluargaan yang terjalin
sesama warga muslim disini justru lebih erat dibandingkan saat berada di
Indonesia,” ujar Widya. [Hallo Jepang]
No comments:
Post a Comment