Versi bahasa
Indonesia dari buku yang menceritakan kisah mantan tentara kekaisaran
Jepang yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, rencananya akan
diterbitkan pada bulan September mendatang.
Buku itu merupakan terjemahan dari
"Zanryu Nihon-hei no Shinjitsu" (Kisah Nyata Tentara Jepang Yang Tetap
Tinggal), yang ditulis Hayashi Eichi, dan telah diterbitkan pertama
kalinya pada tahun 2007.
Zanryu Nihon-hei Shinjitsu
menceritakan kisah hidup Ono Shigeru, yang bersama pasukan pejuang
kemerdekaan Indonesia melawan pasukan Belanda.
Ono, yang nama Indonesianya Rahmat,
merupakan salah satu dari sekitar 1,000 serdadu Jeoang yang melakukan
desersi, dan tetap tinggal di Indonesia, sebagian besar di Pulau
Sumatra, Jawa, dan Bali, setelah Jepang menyerah kepada pasukan sekutu
pada 15 Agustus 1945.
Seusai perang, sebagian besar dari
serdadu yang desersi tidak pernah kembali ke Jepang. Ono sendiri tinggal
di rumah sederhana di kampung Sidomulyo, dekat kota Batu, Propinsi Jawa
Timur.
Menurut staf Penerbit Ombak, versi
bahasa Indonesia "Zanryu" dijual pada awal
September 2011, sementara peluncurannya sudah dilakukan pada 14 September 2011 di Japan
Foundation, Jakarta.
Sejumlah sejarawan menyambut baik
penerbitan versi Bahasa Indonesia "Zanryu," yang menilai akan
meningkatkan kesadaran pembaca Indonesia mengenai babak sejarah
Indonesia yang terabaikan.
"Buku itu akan memberikan
deskripsi mengenai kehadiran Jepang dalam sejarah Indonesia," ungkap
Bambang Purwanto, ahli sejarah dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Sementara Nishihara Masashi Ketua
umum Research Institute for Peace and Security mengungkapkan pandangan
serupa, dan menyatakan kebanyakan serdadu Jepang yang berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia mendapat perlakuan yang diskriminatif atau
terpinggirkan.
"Hanya ada sedikit laporan yang
menceritakan tentang kehidupan mantan serdadu Jepang berjuang untuk
kemerdekaan Indonesia, dan saat ini, baik orang Indonesia maupun Jepang
tidak terlalu peduli terhadap mereka," ujar Nishihara.
Asvi Warman Adam, ahli sejarah
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan, sejarawan atau
penulis Indonesia tidak menulis mengenai cerita itu, bukannya karena
merasa tidak senang terhadap Jepang yang menjajah Indonesia selama
kurang lebih tiga setengah tahun pada masa Perang Dunia ke-II.
"Itu hanya karena kurangnya akses
data," ujar Asvi. "Peneliti, dan sejawaran Indonesia tidak mempunyai
data yang memadai, dan mendalam mengenai masalah itu, berbeda dengan
peneliti dari Jepang."
Lebih lanjut menurut Asvi, buku tentang serdadu Jepang yang menetap ini akan merangsang para peminat sejarah di Indonesia.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
Ono, menurut Hayashi, para serdadu yang tetap tinggal melakukannya
karena memang memilih, baik karena mereka sudah mendapatkan pacar, atau
istri orang setempat, atau hanya berupaya tetap hidup, dan alasan
lainnya. Tapi kebanyakan juga karena khawatir akan dibawa ke pengadilan
militer, atau dikategorikan sebagai penjahat perang.
"Diantara serdadu Jepang yang
berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, hanya sedikit, termasuk Ono, yang
benar-benar terinspirasi oleh gerakan nasionalis," papar Hayashi.
Serdadu Tentara Kekaisaran yang
tetap tinggal, saat ini dikenal dalam bahasa Jepang sebagai "Zanryu
Nihon-hei" atau serdadu Jepang yang tetap tinggal. Tapi dulu mereka juga
pernah dijuluki "Dasso Nihon-hei" atau serdadu yang melakukan desersi.
"Karenanya penerbitan buku ini akan
sangat berarti. karya Hayashi akan memberikan pembaca Indonesia sudut
pandang lain mengenai sejarah modern Indonesia," ungkap Nishihara.
Ono, yang kehilangan lengan kirinya
pada saat perang, dilahirkan di Prefektur Hokkaido, pada 26 September
1918. Dikirim Tentara Kekaisaran Jepang ke Indonesia pada awal usia 20
tahun, dan selama bertugas melakukan komunikasi langsung dengan warga
Indonesia yang dilatih ketentaraan oleh Jepang.
Dari mereka, Ono mendengarkan banyak
cerita tentang keburukan yang dilakukan serdadu Jepang terhadap warga
Indonesia, dan juga pandangan tentara Indonesia yang merasa Jepang akan
mengingkari niat pemberian kemerdekaan untuk Indonesia.
Hal itu menjadi titik balik bagi
kehidupan Ono, dan memotifasinya untuk bergabung dengan pasukan tentara
nasional Indonesia yang segera dibentuk dengan segera.
Selanjutnya Ono bergabung dengan
Pasukan Gerilya Khusus, yang dipimpin mantan serdadu Jepang lainnya
yakni Tatsuo "Abdul Rahman" Ichiki, berjuang di daerah Semeru, Jawa
Timur.
Selain itu, Pasukan Gerilya Khusus
juga memberikan pelatihan kepemimpinan taktis, persenjataan kepada
pasukan Indonesia yang dalam kondisi serba minim. Meskipun pada
kenyataannya, ujar Hayashi, kontribusi serdadu Jepang tidak pernah
diungkapkan baik dalam buku pelajaran sejarah Indonesia, maupun Jepang.
Peraga permanen di Museum Naskah
Proklamasi di Jakarta Pusat, menampilkan secara rinci peran Pemerintah
Militer Jepang pada peristiwa menjelang kemerdekaan Indonesia 17 Agustus
1945.
Diantaranya ialah peran Laksamana
Maeda Tadashi, Kepala Kantor Penghubung Tentara Kekaisaran Jepang di
Indonesia, yang menyediakan rumahnya untuk digunakan sebagai tempat
berkumpul bagi Ir Sukarno, Drs Muhammad Hatta, dan tokoh utama gerakan
nasionalis Indonesia pada 17 Agustus dini hari guna merumuskan naskah
proklamasi.
Museum Naskah Proklamasi juga
menampilkan penjelasan tentang perang gerilya pada periode 1945-1950,
namun tidak ada satu pun peraga yang menjelaskan tentang serdadu Jepang
yang menyediakan pasukan Indonesia senjata, pelatihan penggunaan
senjata, dan strategi militer.
Perang melawan Belanda berakhir pada
27 Desember 1949, setelah diakuinya kedaulatan Republik Indonesia oleh
Kerajaan Belanda, dan selanjutnya semua pasukan Belanda ditarik pulang.
Pada tahun 1958, Ono dianugerahi
Bintang Veteran dan Bintang Gerilya oleh Presiden Sukarno, yang
membuatnya mendapat jatah untuk dikuburkan di Taman Makam Pahlawan
Kalibata bila meninggal.
Selain itu, sejak tahun 1982
pemerintah Indonesia telah meningkatkan jumlah undangan bagi mantan
serdadu Jepang untuk menghadiri upacara peringatan Kemerdekaan di Istana
Negara, yang menunjukkan kontribusi, dan pengorbanan mereka kini sudah
mulai diakui.
No comments:
Post a Comment