“Para juri mengatakan, kami seperti
membuat genre sendiri dan menciptakan tarian baru yang mencerminkan
Indonesia, namun tidak lari dari kriteria yang ditentukan, seperti unsur
kuda-kuda karate yang harus ada saat menarikan Eisa. Sehingga mereka
menyukai tarian kami”, ungkap pendiri Umaku Eisa, Venita Ninanda yang
akrab disapa Pepen kepada Halo Jepang, Rabu (17/10).
Umaku Eisa Shinka Indonesia
merupakan kelompok tari Eisa, tarian tradisional Okinawa yang biasanya
ditampilkan saat perayaan Obon (upacara Agama Buddha untuk mendoakan
arwah yang sudah meninggal) sambil menggendong dan memukul taiko
berukuran kecil, sedang, atau besar.
Selama 2 hari, dalam Worldwide Eisa
Festival yang digelar di Cellular Stadium Naha dan Budokan Prefektur
Okinawa pada 6 dan 7 Oktober silam, Umaku Eisa menampilkan tarian Eisa
dengan menggabungkan tari serta lagu tradisional Nusantara, seperti
Yamko Rambe Yamko, Geleng Ro’om (Jawa Timur), Tari Piring, dan lagu
Indonesia Pusaka pada babak penyisihan, serta tari Saman, tari Piring,
Ondel-ondel, dan Gelang Ro’om di final.
“Karena kami baru pertama kali ikut
serta dalam lomba dan berasal dari luar Jepang, jadi saat kami
mendaftar, panitia di sana memberi saran agar kami membawakan tarian
yang menampilkan ciri khas Indonesia. Dan memang sejak pertama kali
memutuskan ikut lomba, kami sudah berencana menampilkan lagu serta
tarian tradisional yang digabungkan dengan eisa”, ujar Pepen.
Seluruh tarian dibawakan dengan
diiringi tabuhan taiko Okinawa berukuran kecil, sedang, dan besar. Saat
menari Saman, para anggota memukulkan taikonya sebagai pengganti tepukan
tangan, namun tetap bergerak kompak sesuai ciri khas Saman. Sementara,
saat tari Piring, 3 anggota menarikannya dengan gerakan tegas dipadukan
kuda-kuda karate khas Eisa, sedikit berbeda dengan gerakan tari Piring
yang gemulai.
“Lagu dan tarian yang kami pilih ada
beberapa yang mencerminkan Umaku Eisa. Seperti tari Geleng Ro’om itu
artinya remaja wanita yang baru tumbuh, dan anggota kelompok kami memang
sebagian besar remaja wanita. Selain itu Yamko Rambe Yamko kan
merupakan tarian perang, jadi kami menghubungkan dengan perjuangan kami
dari awal terbentuk hingga bisa sampai bisa mengikuti lomba ini”, ungkap
Pepen.
Umaku Eisa merupakan satu-satunya
grup luar Jepang yang berhasil masuk final, menyisihkan kelompok Eisa
Kanada dan Taiwan, dan berhasil terpilih sebagai grup favorit juri,
kategori yang sebenarnya tidak ada dalam daftar lomba.
Pepen mengaku, untuk dapat mengikuti
lomba para anggota tidak hanya belajar detail tarian Indonesia yang
akan ditampilkan, namun juga memperdalam teknik tarian Eisa, seperti
gerakan karate, serta kekompakkan.
“Menjelang hari keberangkatan ke
Jepang, jadwal latihan kami jadi diperbanyak, bisa seminggu 3 kali.
Sekarang kami sedang mempersiapkan untuk pertandingan 4 tahun lagi, yang
pasti akan lebih baik dari ini dan tetap menampilkan perpaduan budaya
Indonesia-Jepang”, tuturnya.
Selama 9 hari di Jepang, Umaku Eisa
juga mengunjungi 2 sekolah dasar di kota Itoman, Prefektur Okinawa,
antara lain SD Itoman dan SD Komesu. Di sana mereka saling
mempertunjukkan tarian Eisa dengan kebudayaan masing-masing, dan
bertukar permainan tradisional, seperti ular naga dan ampar-ampar
pisang.”
“Kami senang sekali dapat ke Jepang,
sayangnya 9 hari cepat berlalu. Tapi kami jadi belajar, meskipun
menyukai budaya negara lain, namun tetap tidak melupakan dan mencintai
budaya sendiri.” Hallo
No comments:
Post a Comment