Tidak terasa Hari
Raya Idul Fitri 1433 H yang kita tunggu-tunggu akan segera tiba. Banyak
diantara kita tentunya sudah bersiap-siap menyambut hari penuh
kemenangan tersebut, termasuk persiapan untuk mudik bagi mereka yang
rindu dengan kampung halaman.
Idul Fitri atau Lebaran memang
identik dengan pulang kampung, bahkan tidak sedikit warga Indonesia yang
menjadikan kegiatan ini sebagai tradisi wajib setiap tahun. Namun
ternyata tradisi pulang ke kampung halaman yang tampak merepotkan, dan
bahkan menguras tenaga dan waktu ini, tidak hanya dilakukan di
Indonesia, tapi juga dilakukan warga Jepang setiap tahun saat perayaan
Obon.
Tidak jauh berbeda dengan di
Indonesia, kebanyakan warga Jepang merantau dari kampung halamannya ke
kota besar, seperti Tokyo, untuk mendapatkan pekerjaan atau kehidupan
yang lebih baik. Sibuknya pekerjaan di kota, menyebabkan mereka jarang
sekali pulang ke kampung halaman, kecuali pada saat perayaan Obon,
karena biasanya para pekerja dan anak sekolah akan mendapatkan libur
panjang.
Obon merupakan salah satu perayaan
agama Buddha yang dilakukan warga Jepang untuk menyambut kedatangan
arwah para leluhur. Warga Jepang percaya, arwah leluhur yang telah
meninggal akan datang kembali untuk mengunjungi anak cucu mereka, yakni
pada pertengahan Agustus. Oleh karena itu, hal ini harus dirayakan
secara sukacita, dengan pulang ke kampung halaman, dan membersihkan
makam leluhur.
Obon berarti meletakkan nampan
berisi barang-barang persembahan untuk para arwah, namun berkembang
menjadi istilah bagi arwah orang meninggal yang dimanjakan dengan
berbagai persembahan. Awalnya
perayaan Obon dilaksanakan pada tanggal 15 Juli, namun semenjak
pemerintah mengumumkan hari resmi perayaan Obon jatuh pada tanggal 15
Agustus, sesuai dengan kalender Gregorian, semakin sedikit wilayah yang
melakukannya pada tanggal 15 Juli.
Perayaan Obon dimulai pada tanggal
13 Agustus, dengan menyalakan api kecil di depan rumah atau memasang
lampion, untuk menerangi jalan para arwah leluhur pulang ke rumah.
Setelah arwah dipercaya telah datang ke rumah, seorang pendeta Buddha
akan membacakan Sutra di depan altar tempat abu leluhur, agar arwah
mereka tenang. Di dalam rumah biasanya juga telah disediakan kendaraan
untuk para arwah yang terbuat dari terong atau ketimun, biasa disebut
dengan Shoryu Uma. Terong dan Ketimun ini dipercaya sebagai kendaraan
para arwah untuk kembali ke alam mereka.
Sama seperti di Indonesia, setelah
sampai di kampung halaman, warga Jepang yang datang dari kota biasanya
akan berkeliling mengunjungi sanak saudara dan tetangga yang sudah lama
tidak ditemui, sambil memberikan oleh-oleh dari kota.
Tidak hanya itu,kemacetan yang
menyertai perjalanan mudik di Indonesia, ternyata juga dialami di Jepang. Pada hari biasa, sebagian besar warga Jepang memang selalu
menggunakan transportasi umum untuk bepergian ke kantor atau sekolah
sehingga jarang sekali terlihat kemacetan di jalan.
Namun, saat melakukan perjalanan
mudik untuk perayaan Obon, sebagian besar warga Jepang menggunakan
kendaraan pribadi masing-masing, sehingga macet panjang berkilo-kilo
meter pun tidak terelakkan lagi.
Dari kegiatan pulang kampung ini,
tentunya kita bisa melihat, bahwa terdapat kemiripan tradisi antara warga Indonesia dan Jepang. Tidak hanya itu, dari sini kita juga dapat
mengetahui warga Jepang yang terlihat sangat individualis dan modern
dari luar, ternyata masih menjunjung tinggi tradisi dan juga menghargai
para leluhur. [Hallo Jepang]
No comments:
Post a Comment